RSS

Category Archives: Dragons

Inheritance 4 ─ Inheritance


inheritance cycle 4-inheritance

  • Pengarang               :    Christopher Paolini
  • Genre                      :    Fantasy
  • Tebal                       :    920 hlm ; 23 cm
  • Penerbit                   :    Gramedia
  • Harga                      :    135.000 IDR
  • Pertama terbit          :    8 November 2011
  • Cetakan                   :    Juni 2012
  • Tanggal Beli             :    30 Juni 2012

Semua berawal dengan Eragon…

Dan berakhir dengan Warisan.

Beberapa waktu lalu, Eragon––Shadeslayer, Penunggang Naga––bukanlah siapa-siapa, hanya bocah petani miskin. Naganya, Saphira, cuma batu biru di hutan. Sekarang, nasib seluruh umat manusia berada di tangan mereka.
Latihan dan pertempuran selama berbulan-bulan yang panjang membawa kemenangan dan harapan, tapi juga duka mencekam. Namun, pertempuran yang sesungguhnya belumlah terjadi: mereka harus berhadapan dengan Galbatorix. Mereka mesti cukup kuat untuk mengalahkannya. Dan kalau mereka tidak mampu, berarti yang lain tidak punya peluang.
Tidak ada yang menyangka sang Penunggang dan naganya akan mampu sampai sejauh ini. Tetapi, sanggupkah mereka menggulingkan si raja jahat dan mengembalikan keadilan ke Alagaësia? Dan kalaupun sanggup, seberapa besarkah pengorbanan yang harus dilakukan?

Review :

Asiiiiik, akhirnya sampai juga ngereview Inheritance 4 ─ Inheritance! Buku terakhir niiii 😀 Yah, walaupun butuh waktu hampir 4 bualan sejak aku beli sebelum akhirnya kebaca. Hhu.. Tapi it’s ok lah 😛

Hmm, buat kalian yang mau memulai baca novel ini, tenang guys, walaupun jarak buku ketiga dan keempatnya cukup panjang, tapi Paolini menyertakan kisah singkat tentang perjalanan Eragon, Eldest, dan Brisingr kok. Jadi kita ngga usah takut lupa gimana cerita-cerita sebelumnya. Walau singkat, tapi cukup mengambarkan ^.-d

Buat kali ini cerita dimulai dengan situasi perang yang sedang dijalani Eragon, Sapphira, Roran, Arya dan segenap kaum Varden lainnya. Situasi perang ini merupakan penyerbuan Eragon ke Kota Belatona untuk diambil alih, dan mereka selangkah lagi lebih dekat pada Galbatorix. Sapphira bahkan terkena lembing yang sangat langka dan sangat kuat, senjata yang sebenarnya di ciptakan oleh para Elf dahulu kala, dan merupakan senjata yang memiliki satu tujuan, yaitu untuk membunuh Naga. Senjata itu adalah Dauthdaert, dan namanya adalah Niernen ─Anggrek. Dauthdaert hanya ada 12, dan semua bernama bunga, tidak sesuai dengan fungsinya.

Lalu saat perang juga terjadi hal yang menakutkan Eragon, bahwa Roran hampir mati karena tertimbun reruntuhan. Ia sangat menyayangi sepupunya itu, dan jelas, tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Roran.

Setelah itu,  mereka berkumpul di dalam aula utama benteng. Nasuada ─pemimpin kaum Varden, duduk di antara Eragon dan Jӧrmundur ─komandan senior Varden. Saat kedatangan Grimrr Halfpaw diumumkan, ada sesuatu yang bikin geli, sesuatu mengenai gelar sang Kesatria Werecat itu. Aku aja sampai nahan tawa. Hhe.. Tapi disini Grimrr dan para werecat digambarkan seperti membenci Angela, si ahli obat-obatan. Entah kenapa??

Nah, setelah urusan afiliansi antara bangsa werecat dengan kaum varden tercipta, Eragon pergi mencari makan dengan Saphira. Mereka kembali ke camp dan bertemu dengan Katrina yang menanyakan keadaan Roran. Sementara Eragon dan Saphira makan dan melanjutkan untuk kembali mempelajari Eldunarí milik Glaedr, Roran kembali ke camp dan bertemu dengan istrinya tercinta. Tak lama kemudian mereka mendapat kabar mengenai Elain yang akan melahirkan. Elain dan suaminya ─Horst, beserta kedua putra mereka yang telah dewasa ─Albriech dan Baldor─ dahulu adalah penduduk Carvahal yang telah dikenal baik oleh Eragon sejak ia kecil. Berita mengenai kehamilan Elain memang membawa kecemasan tersendiri, mengingat usia Elain yang tidak muda lagi. Proses kelahiran pun berjalan lama, bahkan setelah berhasil lahir, putri Elain membawa kepedihan yang semakin berat. Ia memiliki cacat. Bibirnya sumbing. Bagi mereka, bayi yang lahir sumbing jarang dibiarkan hidup karena ia akan menjalani hidupnya dengan penderitaan, akan diejek, dijauhi, dan tidak mampu mendapat pasangan untuk menikah. Bagi mereka, di sebagian besar kasus lebih baik anak itu lahir tidak bernyawa saja. Kasihan 😥

Kemudian Eragon lah yang menyelamatkan bayi malang itu dari takdirnya. Di lain pihak, Roran mendapat perintah dari Nasuada untuk menggantikan Kapten Brigman memimpin pasukannya yang sedang berjuang menaklukkan Aroughs. Sementara pasukan utama mempersiapkan diri untuk perjalanan ke Utara, menuju Dras-Leona sebelum kemudian menaklukkan Urȗ’baen, Roran melakukan perjalanan 4 hari menuju Selatan, kearah Feinster kemudian Aroughs. Eragon sangat cemas karena tidak sempat bertemu dengan Roran dan memperbarui pertahanan sihir milik Roran.

Sesampainya di Aroughs setelah melalui berbagai tantangan, Roran dan kelima rekannya ─Carn, Mandel, Baldor, Delwin, dan Hamund─ menemukan fakta bahwa Brigman tidak seramah yang aku kira, dan lagi ternyata Aroughs memiliki pertahanan yang hampir mustahil ditembus. Apalagi hanya dengan sisa 800 pejuang saja dan waktu yang diberikan Nasuada hanya bersisa dua setengah hari lagi. Setelah beristirahat seharian, Roran kemudian melakukan inspeksi kesana kemari. Akhirnya ia memiliki ide gila untuk menembus pertahanan Aroughs, yang didukung teman-temannya, namun mendapat keraguan dan cemooh dari Brigman.

Perjalanan Roran dan kawan-kawan membuahkan hasil. Mereka berhasil menaklukkan Aroughs. Segera, dalam kondisi kelelahan, Roran berkuda kembali menuju perkemahan kaum Varden karena pengepungan Dras-Leona berlangsung lamban dan membuat frustasi Nasuada. Benar saja, sesampainya Roran disana, masih melewatkan banyak hari-hari lagi sebelum akhirnya tercetus gagasan bagaimana mereka akan menyusup ke dalam pertahanan Dras-Leona. Pasalnya, kota ini dijaga oleh Murtagh ─saudara tiri Eragon, dan naga merahnya, Thorn. Pada peperangan kali ini, awalnya Eragon dan Saphira terpaksa harus berpisah karena taktik yang mereka gunakan untuk mengecoh Dras-Leona. Namun kemudian akhirnya mereka bertempur bersama lagi untuk menghadapi sang saudara tiri sebelum akhirnya Murtagh menyuarakan ancamannya pada Eragon dan pergi meninggalkan Dras-Leona.

Wew, terlepas dari cerita yang sedang berlangsung, dan mencapai titik tengah dari buku, aku merasa buku ini jelas lebih banyak perang dari pada sisi drama. Hha.. Membayangkan bagaimana Eragon terus mengayunkan Brisingr dan melakukan berbagai macam taktik perang sangat menyenangkan 😀 Belum lagi ditambah dengan keberadaan Saphira, Roran ─yang kini gagah berani, Arya dan para pejuang lainnya. Hmm.. Asik mengikutinya.. Belum lagi ada kisah cinta di beberapa titik, walaupun digambarkan sangat samar 😛

Segera setelah pengepungan Dras-Leona berhasil, Eragon langsung memimpin pasukan menuju Urȗ’baen. Kenapa Eragon?? Karena Nasuada ─sayangnya─ berhasil di culik Murtagh dan Thorn! Heuu.. Dalam segala kondisi yang tidak menguntungkan terutama karena prajurit kelelahan, pemberontakan di Urȗ’baen serasa hampir mustahil. Terutama kini Eragon yang memimpin, ia jadi gelisah.

Kemudian ia teringat tentang sebuah nasihat yang dahulu pernah disampaikan Solembum ─werecat yang dekat dengan Angela, dahulu sekali. Saat itu si werecat mengatakan dua hal penting. Ketika tiba waktunya kau membutuhkan senjata, carilah di bawah akar-akar pohon Menoa. Kemudian, ketika semua terasa kacau dan kekuatanmu tidak memadai, pergilah ke Karang Kuthian dan sebut namamu ke Ruang Jiwa-Jiwa yang terbuka. Nah lhooo.. Untuk yang pertama sih terbukti, karena saat itu Eragon membutuhkan senjata dan ia menemukan sebuah material yang kemudian kini menjadi Brisingr. Tapi Eragon ingin memahami pesan kedua. Eragon langsung memanggil Solembum si werecat. Tapi entah kenapa si werecat tidak tahu dimana itu Karang Kuthian dan Ruang Jiwa-Jiwa. Kemudian terjadi hal yang aneh karena Solembum seperti kesurupan dan memberi petunjuk Eragon bagaimana ia bisa menemukan apa yang dicarinya.

Setelah menemukan apa yang dicari, Eragon mendapat semangat baru. Ia berharap akan menemukan sesuatu di Ruang Jiwa-Jiwa. Sesuatu yang bisa membantu Varden mengalahkan Galbatorix. Tapi saat ia menyampaikan gagasannya pada Glaedr dan Arya, mereka kurang setuju dengan pendapat Eragon bahwa ia harus pergi untuk menemukan Karang Kuthian. Namun setelah berbagai pertimbangan, Glaedr setuju, bahkan menyertai kepergian Eragon dan Saphira. Sebelum pergi, tentu saja ia harus mengkoordinasikan sebuah kondisi dulu dengan para petinggi Varden, terutama raja-raja yang kini tergabung dalam aliansinya, seperti raja Orik dan raja Orrin. Ia juga berkoordinasi dengan para panglima perang seperti Jӧrmundur dan Roran yang kini berkedudukan sebagai Kapten. Para Elf kemudian menciptakan citra Saphira dan Eragon untuk mengecoh para mata-mata atau menenangkan pasukannya agar meyakini bahwa Saphira dan Eragon terus menyertai mereka dalam perjalanan ke Urȗ’baen. Dan akhirnya berangkatlah Eragon, Saphira, dan Glaedr untuk mencari Karang Kuthian, sementara para pasukan menuju Urȗ’baen.

Nah, disisi lain nanti kita bakal mengikuti jalan cerita dari sisi Nasuada yang kini menjadi tawanan Galbatorix. Tapi yang menarik disini, sosok Murtagh entah kenapa berhasil mendapatkan simpatiku. Hhuhu.. Tapi terlepas dari cerita mengenai perjalanan Eragon, kisah mengenai penawanan Nasuada juga menarik. Astaga. Kurasa aku menikmati kali Inheritance ini. Seruu 😉 Belum lagi nanti setelah kita mendapati apa yang ditemukan Eragon dalam perjalanannya, dan bagaimana perang Urȗ’baen berlangsung. Hmm.. Aku cinta tokoh-tokoh Inheritance 😀

Secara keseluruhan jelas aku sangat menikmati novel ini. Apalagi buku ini adalah akhir dari perjalanan Eragon dan kawan-kawan. Aku bahkan cukup takjub dengan karakter Angela yang misterius. Hhe.. Mantap lah 😀 Aku pribadi ngga nyesel ngikutin serial ini ^.-d Untuk beberapa komentar memang ngga terhindarkan. Ada saat memang aku sedikit bosan, terutama saat Eragon dan Saphira harus menemukan nama sejati mereka 😉 Lalu, di awal-awal kisah, entah kenapa aku merasa karakter Roran lebih kuat daripada Eragon. Makanya aku kemudian sangat suka dengan Roran, terutama dengan semangat dan dedikasinya 😀 Untuk kesalahan penulisan ─atau pengetikan─ memang cukup banyak ditemukan disana sini. Tapi ya ga papa laaaah. Masi dalam batas wajar kok, ngga sampai mengganggu menurutku. Hhehe..

Ratingku buat novel ini : 8,6

 
Leave a comment

Posted by on June 4, 2013 in Dragons

 

Drachenreiter


  • Pengarang               :    Cornelia Funke
  • Genre                      :    Fantasy, Adventure
  • Tebal                       :    416 hlm ; 23 cm
  • Penerbit                   :    Gramedia
  • Harga                      :    50.000 IDR
  • Pertama terbit          :    1997
  • Cetakan                   :    April 2009
  • Tanggal Beli             :    24 Juli 2009

Karena tempat tinggal para naga terancam diusik manusia, para tetua naga mengutus Lung pergi ke Kaki Langit. Maka berangkatlah sang naga muda ke Pegunungan Himalaya, mencari tempat yang selama ini diduga hanya merupakan legenda itu.

Ia ditemani Bulubelerang si gadis goblin dan Ben, bocah laki-laki yatim piatu. Sayang perjalanan mereka tidak berjalan mulus, sebab Nettlebrand, makhluk ganas mirip naga raksasa bersisik emas ciptaan sang alkemis, mengincar mereka. Nettlebrand dibantu Kakiranting, homunkulus–manusia mini–yang menjadi mata-mata dengan menyusup ke ransel Ben.

Perjalanan makin berat, sebab Lung, Ben, dan Bulubelerang ternyata juga harus berhadapan dengan para kurcaci gila emas, peri-peri jail, basilisk, ular laut, burung raksasa Rock, bahkan jin bermata seribu!

Review :

Drachenreiter atau Sang Penunggang Naga adalah buku karangan Cornelia Funke yang mana ceritannya  terutama ditujukan untuk para pembaca cilik. Buku yang terdiri dari 57 bab —ya, 57 bab oey!— mengisahkan tentang perjalanan Lung dan teman-temannya untuk menyelamatkan komunitas Naga. Well, oke, mungkin 57 terasa sangat banyak. Tapi sebenarnya, masing-masing bab paling nggak hanya terdiri dari 4-6 lembar saja. Jadi kisah ini terasa singkat dan tahu-tahu kita sudah berganti bab lagi. Jadi kita nggak bakal merasa bosan karena terus berada dalam satu bab yang panjang. Belum lagi dengan gambar-gambar menarik yang menyertai cerita. Dijamin anak-anak pasti senang. Buku ini bakal cocok jadi bedtime stories mereka lah 🙂

Awal cerita dimulai oleh si tikus yang sedang menyampaikan berita buruk pada Lung dan Bulubelerang. Lung adalah seekor naga sedangkan Bulubelerang adalah seorang gadis goblin yang masih muda, mungil bagaikan anak manusia. Si Tikus memberi kabar tentang kedatangan manusia hingga memaksa Lung untuk membangunkan yang lainnya. Naga lain, maksudnya 😀

Janggut Kelabu adalah naga tetua di Lembah Naga. Para naga pun berkumpul dan mendengarkan kabar dari si Tikus. Si Tikus bercerita bahwa manusia yang terkenal serakah dan tidak pernah puas itu berencana untuk menjadikan Lembah Naga semacam bendungan. Mereka akan menenggelamkan Lembah Naga, termasuk goa-goa hunian mereka selama ini. Tentu saja muncul banyak argumen. Janggut Kelabu memerintahkan mereka untuk kembali ke Kaki Langit, tempat kelahirannya dulu. Namun bagi naga-naga muda yang lain, keberadaan Kaki Langit sama saja dongeng. Hanya Lung yang mempercayai bahwa Kaki Langit memang ada. Malam itu juga, dengan nasihat dan peringatan serta ingatan Janggut Kelabu yang samar-samar mengenai Kaki Langit, Lung berangkat mengarungi luasnya langit. Ia memulai petualangannya. Dengan ditemani Bulubelerang yang suka mengomel tentu saja, mereka pergi untuk menemukan Kaki Langit dan akan kembali untuk menjemput yang lain.

Di perjalanan pertama, sesuai pesan si tikus, mereka harus menemukan salah satu sepupunya yang pandai membuat peta. Hanya saja si sepupu tinggal di sebuah gudang tepi sungai di kota besar yang penuh manusia. Setelah dua malam mereka terbang, Lung dan Bulubelerang menemukan kota itu. Mereka bersembunyi di salah satu kanal yang bau. Tidak disangka ada seorang anak manusia laki-laki yang tinggal di situ juga. Ben namanya. Ben pun membantu Bulubelerang mencari si sepupu Tikus sementara Lung harus beristirahat sejanak. Mereka menemukan si Ekorkelabu dan akhirnya mendapatkan peta yang akan menuntun mereka ke pegunungan yang mereka tuju. Tapi kali ini petualangan bereka disertai oleh si Ben 🙂

Astaga, petualangan mereka semakin ramai saja. Terutama dengan Bulubelerang yang cerewet dan sok tahu, membuat mereka jadi salah arah dan malah bertemu dengan kaum kurcaci tambang. Ada Janggut Gips, Kilau Timah, Brewok Kerikil, Batu Badam, dll. Yang jelas nama-nama yang digunakan di buku ini unik-unik. Hhehe.. Tapi yang membahayakan, ternyata mereka singgah di dekat hunian Nesselbrand, Yang Berkilau Emas. Ia adalah naga buatan sang alkemis beratus-ratus tahun silam. Ia berbadan besar dan suka memburu naga sebagai mangsanya. Diceritakan kalau Nesselbrand ini sudah sangat bosan dengan kehidupannya yang monoton. Ia hanya ditemani oleh makhluk mini bernama Kakiranting. Hari demi hari Kakiranting menggososk kulit keras Nesselbrand, membersihkan debu dari gerigi punggungnya, menyikat giginya yang kemilau, dan mengasah cakarnya. Saat inilah muncul salah satu kurcaci yang membawa berita mengenai Lung dan kedua temannya. Nesselbrand pun langsung bersemangat. Ia segera memerintahkan Kakiranting untuk menjadi mata-mata, mencari tahu apa yang dilakukan Lung beserta kedua temannya. Kakiranting kemudian menyusup ke dalam tas Ben dan Ben tidak menyadarinya hingga mereka sampai ke tempat yang cukup jauh.

Lalu suatu halangan muncul. Saat mereka sedang terbang ke Selatan, badai menerjang dan memaksa Lung mendarat di daratan yang dianggap berbahaya oleh peta. Umm gini, peta yang diberikan oleh Ekorkelabu sudah ada peringatan warna, mana tempat yang aman dan mana yang berbahaya untuk mereka datangi. Lalu, karena suatu hal membuat Bulubelerang tertangkap oleh sekelompok manusia arkeolog dan Bulubelerang pun jadi tawanan. Ben harus menyelamatkannya. Dan disaat inilah keberadaan Kakiranting terungkap, namun Ben terlalu mempercayai kisah Kakiranting dan tidak merasakan adanya ancaman bahaya. Ia pun memperbolehkan Kakiranting untuk ikut dengannya.

Sementara itu, Lung menemukan fakta bahwa ia tertidur di sebuah goa milik Basilik, mahkluk langka  berbahaya yang mematikan karena pandangan matanya. Untung ada seorang profesor arkeolog baik bernama Barnabas Wiesengrund yang menolongnya. Tak lama kemudian Ben, Bulubelerang dan Lung kembali berkumpul. Malam itu, mereka ditambah sang profesor dan Kakiranting, makan bersama dan berdiskusi. Barnabas memberikan banyak informasi dan saran. Ia menyarankan agar kelompok ini mendatangi Jin bermata seribu yang bisa menjawab segala pertanyaan dan memberi saran agar mereka menanyakan letak Kaki Langit, untuk menyingkat waktu mereka daripada harus berputar-putar mencarinya. Namun tentu saja dalam mengajukan pertanyaan harus dengan tiga syarat, bahwa yang mengajukan pertanyaan adalah manusia, pertanyaan belum pernah ditanyakan sebelumnya, dan pertanyaan harus tepat berjumlah tujuh kata. Dengan perbekalan yang diberikan Barnabas, mereka pun berangkat ke tempat si Jin dengan kesetiaan Ben taruhannya karena kalau Ben menyampaikan pertanyaan yang pernah ditanyakan maka Ben harus melayani si Jin seumur hidupnya.

Sayangnya, tanpa sepengetahuan teman-teman seperjalanannya, Kakiranting, si makhluk mini, terus melaporkan segala perkembangan yang telah mereka lalui kepada sang musuh, Nesselbrand. Kakiranting bisa menghubungi Nesselbrand dimanapun asal ada genangan air. Heu.. dasar mata-mata..

Hari-hari berikutnya, Lung terbang lebih cepat. Disisi lain, Barnabas Wiesengrund mendapat kunjungan dari Nesselbrand yang mencari sisiknya. Wkakaka.. Kejadian kejar-kejaran yang terjadi malah lucu menurutku. Barnabas bersembunyi di kaki belakang Nesselbrand sementara karena tubuhnya yang kaku Nesselbrand tidak bisa mencapai kakinya. Hhi.. Tapi ada satu hal yang membuat Barnabas cemas, bahwa ternyata ada seorang mata-mata diantara kelompok kecil Lung yang melapor pada Nesselbrand tentang tujuan perjalanan mereka. Dan kini Barnabas mencari akal untuk memperingatkan Lung, tapi bagaimana??

Di sisi lain, perjalanan Lung dan kawan-kawannya semakin seru, mereka bertemu dengan si jin bermata seribu, peri, dan bahkan ular laut. Hanya satu kendala utama mereka, yaitu cahaya bulan yang beberapa kali harus meredup hingga ikut meredupkan kekuatan Lung, karena kekuatan utama para naga memang cahaya bulan. Jadi mereka harus segera menyelesaikan misi sebelum bulan baru mati tiba. Saat bulan menghilang, sudah pasti Lung tidak akan bisa terbang. Walau begitu, atas saran Barnabas, ia dan kawannya mengunjungi seseorang bernama Subaida Ghalib, sang peneliti naga, yang kabarnya menemukan sesuatu yang bisa menggantikan kekuatan cahaya bulan terhadap naga jadi naga tidak perlu terbang tanpa cahaya bulan yang sesungguhnya. Umm, perjalanan kesana memang berisiko tinggi sih. Tapi sepadan.

Di desa kecil di muara sungai Indus itu, mereka menemukan seseorang yang tidak terduga. Ya, mereka kembali berjumpa dengan Profesor Barnabas Wiesengrund beserta istri dan anaknya, Vita dan Guinever Wiesengrund. Di desa ini mereka disambut dengan baik karena warga desa sangat menghormati legenda, terutama naga. Bahkan ada makam penunggang naga di dekat situ, dan Ben kini disebut sebagai penunggang naga. Hhe..

Setelah selesai dengan urusan di desa, rombongan kembali melanjutkan perjalanan yang sudah tidak jauh lagi, ke Pegunungan Himalaya. Namun bahaya Nesselbrand semakin mengancam sehingga mereka harus melawannya. Belum lagi dengan fakta bahwa para naga di Kaki Langit telah berubah menjadi bebatuan karena saking lamanya mereka bersembunyi dan melupakan cahaya bulan, kecuali satu, naga betina muda bernama Maia. Wah.. sayang sekali. Tapi bersama, kini mereka berniat melawan si naga emas Nesselbrand 😀

Alamak, cerita yang sangat —sangat— enak buat diikuti. Sangat ringan dan asyik. Yang jelas, cukup banyak makhluk ajaib yang digambarkan oleh Cornelia Funke sehingga selalu memberikan warna tersendiri saat mengikuti ceritanya.

Ratingku buat novel ini : 7,8

 
4 Comments

Posted by on August 28, 2011 in Dragons

 

Firelight 1 – Firelight


  • Pengarang               :    Sophie Jordan
  • Genre                      :    Fantasy
  • Tebal                       :    426 hlm ; 20 cm
  • Penerbit                   :    Atria
  • Harga                      :    55.000 IDR
  • Pertama terbit          :    2010
  • Cetakan                   :    April 2011
  • Tanggal Beli             :    10 Juni 2011

Jacinda adalah gadis yang unik. Dia tidak hanya draki—manusia keturunan naga—tetapi juga jenis draki penyembur api pertama sejak empat ratus tahun. Karena kelangkaannya, sang ketua kelompok hendak menikahkannya dengan sang putra mahkota, Cassian, supaya menghasilkan draki-draki penyembur api lainnya.    

Ibu Jacinda yang merasa keberatan anaknya hendak “dibiakkan” membawa kabur Jacinda dan saudara kembarnya, Tamra, dari perkampungan draki untuk menjalani kehidupan normal sebagai orang biasa. Ibunya berharap, naluri draki Jacinda perlahan-lahan akan padam seperti halnya dirinya.

Namun, ternyata naluri draki Jacinda tidak semudah itu dimusnahkan. Dia ingin sekali kembali ke kelompoknya, di mana udara sejuk dan kabut pegunungan menyegarkan kulitnya. Diam-diam, dia sering menyelinap pergi ke hutan terdekat untuk memelihara kemampuan terbangnya. 

Hingga akhirnya dia bertemu Will, pemuda yang bisa menghidupkan naluri drakinya, bahkan di gurun gersang sekalipun. Tetapi Will ternyata adalah orang yang sangat berbahaya, dan Cassian berhasil menemukannya serta mengklaimnya untuk kembali …

Review :

Satu kalimat yang membuatku ingin membaca novel ini adalah kalimat ‘manusia keturunan naga’ yang ada di bagian sinopsis. Well, saat itu aku nggak habis pikir, okelah, kita tahu ada cerita tentang manusia serigala, shifter, atau yang lainnya. Namun baru kali ini aku dengar manusia keturunan naga. Aku aja sampai kejauhan ngebayanginya. Apa mungkin manusia yang badannya badan naga? Atau manusia yang kepalanya kepala naga?? Ya ampun, aku bego banget! Rupanya yang dimaksud manusia keturunan naga ―atau yang disebut draki, dicerita ini― adalah manusia yang bisa berubah jadi naga.. Ckck.. rupanya buruk kali pola pikirku. Kejauhan.. Dan berlebihan pula.. Hha..

Tapi yang unik dari cerita ini, naga bukan hanya berkemampuan nyemburi api ―seperti yang kita kenal selama ini mengenai legenda naga― tapi disini justru naga yang bisa nyemburin api inilah yang langka. Draki-draki ini memiliki bakat yang berbeda-beda, seperti draki air, draki phaser, draki visiokriptor, draki onyx, draki verda dll.. lucu ya.. Kupikir, “Bolehlah ide ceritanya..” hingga bikin aku jadi lebih penasaran lagi.

Tokoh utama kita bernama Jacinda jones, gadis berusia enam belas tahun, yang memiliki saudara kembar bernama Tamra, sahabat bernama Azura, ‘tunangan’ bernama Cassian, dan lelaki yang ia cintai bernama Will Rutledge. Jacinda adalah naga penyembur api pertama sejak empat ratus tahun yang lalu, dan fakta ini menyebabkan ia harus menikah dengan sang putra mahkota, Cassian, cowok yang tidak ia suka dan ia adalah seorang draki onyx, draki yang paling gagah dan keren dengan kecepatan terbang dan kekuatan  melebihi draki yang lainnya. Ayah Jacinda dulu juga seorang draki onyx, sementara Ibu Jacinda adalah draki verda, draki yang bisa mengenali daun-daunan yang berguna dan dapat membuatnya sebagai ramuan masakan atau untuk obat-obatan.

Di pembuka cerita, kita dikenalkan dengan karakter Jacinda dan Azure yang sedang asik menikmati kebebasan karena kabur dari kelompoknya. Mereka bermain-main di danau, lalu berubah wujud sebagai naga dan terbang bebas. Rupanya Azura adalah draki air dan ia bisa tahan di dalam air untuk…selamanya. Sayangnya kesenangan mereka ini berubah jadi mencekamkan dengan kemunculan para pemburu. Para pemburu ini adalah mereka yang menangkapi naga dan menjualnya pada para enkros yang terobsesi untuk mendapatkan kekuatan dari darah naga, dan memanfaatkan daging, tulang dan kulit serta kemampuan naga dalam mendeteksi batu permata di dalam tanah. Namun fakta bahwa sebenarnya naga-naga ini adalah draki tidak ada yang tahu. Kelompok Jacinda selalu menyembunyikan jati diri mereka dengan berwujud manusia dan selalu mempertahankan kerahasiaan kelompok ini apapun resikonya. Ada seorang draki bernama Nidia yang adalah seorang shader. Ia menciptakan kabut agar keberadaan kota kecil tempat mereka tinggal tidak terlihat dari udara.

Saat dikejar-kejar oleh para pemburu itulah Jacinda bertemu untuk pertama kalinya dengan Will, seorang lelaki yang secara tidak langsung telah menyelamatkan nyawanya dari para pemburu padahal dia sendiri termasuk anggota pemburu. Setelah terbebas dari kejaran dan kembali dengan selamat, Severin, ayah Cassian yang seorang raja mengambil keputusan yang memaksa Ibu Jacinda membawa kabur kedua anaknya, Jacinda dan Tamra pergi dari kelompok itu malam harinya. Jacinda sangat menentang keputusan Ibunya yang memaksa Jacinda jauh dari kaumnya. Rupanya, ibu Jacinda membunuh naluri drakinya sejak lama sementara Tamra sendiri tidak bisa berubah menjadi naga. Sehingga sejak kematian ayahnya, Jacinda seperti kehilangan pegangan.

Kini Jacinda terpaksa tinggal di Chaparral, sebuah kota yang terletak di tengah gurun, seratus empat puluh lima kilometer di luar kota Vegas. Disini Jacinda serasa memiliki asma karena tingginya suhu dan kelembaban yang membuat nafasnya sesak dan kulitnya terasa kering. Pada dasarnya, ini memang rencana ibunya untuk membunuh naluri draki Jacinda. Namun demi kebahagiaan ibunya dan adiknya yang terenggut sejak mereka tinggal di tengah kelompoknya, ia berusaha bertahan. Disini Jacinda dan Tamra kembali bersekolah, dan akhirnya di atas penderitaan yang ia rasakan, ia melihat senyum bahagia Tamra yang seperti menemukan kehidupannya lagi. Walaupun tinggal di tengah gurun dan sangat beresiko kalau ia berubah, ia tetap akan mengambil resiko itu untuk sesekali berubah, agar nalurinya tidak menghilang. Namun rupanya diluar dugaan, naluri ini malah semakin kuat dan semakin mempermudah ia untuk berubah. Kenapa? Karena ia menemukan lelaki yang ia sukai, yang tanpa benar-benar ia sadari, telah menjerat hatinya. Will Rutledge. Lelaki yang pernah menyelamatkannya dari para pemburu di pegunungan dulu.

Namun ia tahu bahwa mendekati Will sangat beresiko tinggi. Selain Will memiliki sepupu yang juga anggota pemburu, Xander dan Angus ―dan rupanya seluruh anggota keluarga Will adalah pemburu!!― Will rupanya juga seorang bintang sekolah. Brooklyn Davis adalah cewek paling populer di sekolah dan ia mengklaim Will adalah miliknya walaupun Will sendiri sejauh ini tidak pernah terlihat tertarik pada cewek manapun. Itulah kenapa saat Will malah mendekati Jacinda, itu seolah menarik magnet kebencian cewek-cewek padanya. Hhe.. Ini yang aku suka. Ada perpaduan unsur menegangkan dari kehidupan Jacinda yang ‘rahasia’ dan dari konflik kehidupan remaja pada umumnya. Kedua unsur ini dapat dipadukan oleh Sophie Jordan, sang pengarang, dengan sangat lugas dan apik. Sangat menarik.

Semenjak Jacinda tinggal di tengah gurun ini, ia sangat menyadari bahwa kekuatannya melemah. Suatu malam ia nekat keluar rumah hanya untuk merenggangkan otot-otot naganya. Namun rupanya ia membutuhkan tenaga ekstra untuk berubah dan mempertahankan wujudnya sementara ia sendiri menahan sakit dari tarikan-tarikan otot yang semakin kaku. Akhirnya ia menyerah dan kembali ke wujud manusianya. Dia berjalan lunglai ke rumahnya. Saat itu lewat tengah malam dan saat ia sudah dekat dengan rumahnya, ia melihat mobil Land Rover milik keluarga Will. Saat matanya terkejut itulah si pengemudi menyadari posisi Jacinda yang juga mengintai. Land Rover mengejarnya dan rupanya Will yang ada di balik kemudi. Hanya Will. Will kemudian menyadari bahwa tangan Jacinda terluka dan berdarah, dan Will memberikan kaosnya untuk menahan perdarahan. Dalam suasana sunyi di tengah kegelapan dan luapan perasaan masing-masing, mereka pun berciuman. Ternyata memang hanya Will yang dapat membangkitkan sisi naga Jacinda di tengah gurun yang perlahan namun pasti membunuhnya ini. Jacinda hampir saja menampakkan wujud aslinya kalau ia tidak cepat-cepat keluar dari mobil Will. Namun begitu mobil Will menghilang, ia melupakan satu fakta penting yang dapat membahayakan dirinya, ibunya, adiknya, dan bahkan seluruh spesiesnya. Jacinda melupakan kaos Will yang pasti sekarang sudah berlumuran darah ungunya.

Hari berikutnya, Jacinda langsung berlari ke rumah Will yang sangat jauh. Di sana dia disambut oleh keluarga besar Will yang sedang mengadakan bebakaran bersama. Demi mendapatkan kaos itu, mau nggak mau Jacinda membaur. Ia sadar bahwa ia sedang masuk ke sarang macan yang selama ini memburunya. Namun Will tidak terlihat senang dengan kedatangan Jacinda. Ia bahkan sangat waspada.

Suatu saat, Jacinda meminta ijin untuk ke kamar kecil, padahal aslinya ia naik ke lantai atas dan menjelajah ruangan demi ruangan sampai ia menemukan kamar Will dan kaos itu. Saat ia berada di koridor, terdengar langkah kaki menaiki tangga, memaksa ia segera masuk ke ruangan terdekat. Sayangnya ruangan itu di desain penuh dengan kulit draki. Ke manapun ia memandang, ia melihat kulit-kulit draki, baik di sofa, meja , hiasan dinding, pokoknya dimana-mana. Jacinda langsung sempoyongan. Apalagi saat ia mengenali kulit yang ia yakin milik ayahnya. Lalu Xander masuk ke ruangan dan menanyakan apa yang dilakukan gadis itu mengendus-endus ruangan ini? Saat Jacinda mulai tersudut penuh amarah dan ketakutan, muncul Will yang membela Jacinda. Sayangnya Xander berhasil merebut kaos yang dipegang Jacinda dan baik Xander maupun Will menyadari apa yang menempel di kaos itu. Walaupun Xander nggak tahu kalau itu darah Jacinda, namun Will sangat tahu. Xander mencurigai Jacinda sementara Will dengan perasaan bingung tetap membela cewek itu.

Hari-hari berikutnya di sekolah, Xander terus menggoda Jacinda agar mengakui sesuatu sementara Jacinda sendiri menghindari Will. Malamnya, saat Ibu Jacinda dan Tamra sedang menunggu Pizza mereka dan Jacinda sendiri ke persewaan video, sebuah tangan merengkuhnya dari dalam kegelapan gang kecil. Cassian! Ia berhasil menemukan Jacinda. Hadoo.. Pastinya lah.. Tapi ia membuat kesepakatan dengan cewek itu bahwa ia akan datang lagi dalam waktu 5 minggu dan akan membawa dia pulang ke kelompoknya.

Selang waktu lima minggu itu hubungan Jacinda dan Will berkembang. Kini mereka berpacaran. Dan sayangnya, karena suatu insiden yang disebabkan oleh Brooklyn, Will jadi mengetahui jati diri Jacinda sesungguhnya, bahwa ia adalah seekor draki. Belum lagi nanti ternyata Tamra berkencan dengan Xander dan membuat mereka ―Tamra dan Jacinda― terjebak di sebuah pesta para pemburu. Disini posisinya Tamra nggak tahu kalau keluarga Will itu pada pemburu yang selama ini mengejar para Draki, makanya ia menolak saat Jacinda memaksa Tamra buat pergi bersamanya.

Nah, disinilah lagi-lagi Cassian muncul dan kali ini dengan amarah karena melihat Jacinda dan Will berciuman. Terjadi pergumulan antara Cassian dan Will dan nggak sengaja Will jatuh ke jurang dan menyebabkan Jacinda harus berubah wujud di depan Xander. Ckck.. Gawat-gawat.. Ditambah lagi nanti Jacinda mengetahui satu rahasia besar Will selama ini, bahwa laki-laki yang ia cintai ini juga berdarah Draki..!! Wow..

Kalau aku pribadi aku memang suka dengan ide cerita dan konflik yang disajikan. Tentang naga, gitu.. Jarang-jarang lhoo. Habisnya akhir-akhir ini keseringan tema cerita tentang vampir ato werewolf sih.. Hanya saja entah kenapa aku merasakan sedikit kebosanan saat aku berulang kali membaca bagian dimana Jacinda selalu menyesal tidak bisa membuat Ibu dan adiknya selama ini hidup bahagia dan ia akan berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya agar kedua keluarga tercintanya itu juga bahagia. Namun nyatanya seringkali aku malah mendapat kesan sifat egois yang dominan tergambar dalam diri Jacinda. Tapi mungkin memang itulah yang ingin disampaikan si pengarang, yaitu pergulatan hati yang terus menerus. Kuakui, aku cukup penasaran sama seri keduanya, Vanish. Aku pingin tahu gimana hubungan Jacinda dan Tamra selanjutnya, trus gimana Will menemukan Jacinda, dan benarkah Cassian akan melindungi Jacinda dari keputusan para tetua kelompoknya untuk memangkas sayapnya?? Kita tunggu aja buku keduanya 😀

Ratingku buat novel ini : 7,6

 
Leave a comment

Posted by on July 7, 2011 in Dragons

 

Inheritance 3 – Brisingr


  • Pengarang     :   Christopher Paolini
  • Genre            :    Fantasy
  • Tebal             :  864 hlm
  • Penerbit         :   Gramedia
  • Harga            :   84.120 IDR
  • Pertama terbit:   1 Januari 2008
  • Cetakan ke-5 :   Februari 2009
  • Tanggal Beli   :   9 Maret 2009

Eragon dan naganya, Saphira, berhasil bertahan hidup setelah pertempuran kolosal melawan para prajurit Kekaisaran di Dataran Membara. Namun masih banyak yang harus dihadapi sang Penunggang dan naganya ini.

Eragon harus menyelamatkan Katrina, kekasih Roran, dari cengkeraman Raja Galbatorix, sesuai janjinya pada abangnya itu. Tetapi kaum Varden, elf, dan kurcaci pun membutuhkan sang Penunggang.

Ketika keresahan melanda para pemberontak dan bahaya mengincar dari segala arah, Eragon harus menentukan pilihan ―pilihan yang akan membawanya ke seluruh penjuru Kekaisaran, bahkan lebih. Pilihan yang bisa saja memaksanya melakukan pengorbanan tak terbayangkan.

Pendapatku :

Satu hal yang paling membuatku tercekat, saat Glaedr ―naga Oromis― berkata pada Eragon, “Bukankah sudah jelas? Ayahmu Brom.

Well, kenyataan yang mengejutkan dan melegakan. Cerita bahwa sebenarnya Murtag adalah saudara tirinya, lalu bagaimana Brom dan Selena ―ibu Murtag dan Eragon― menjalin kasih di belakang hidung Morzan cukup bagus.

Aku suka bagian saat Oromis berkata, “…. Jika kau ingin bahagia, Eragon, jangan memikirkan apa yang akan terjadi atau apa yang tidak bisa kaukendalikan, tapi pikirkanlah apa yang terjadi sekarang dan apa yang bisa kauubah.

Tapi sayangnya, belakangan saat pertempuran di Gil’ead, Oromis dan naganya yang pincang, Glaedr, tewas. Hhuhu..

Dah wah, kini saatnya menunggu buku ke empat, walaupun udah dua tahun ini tiap ngecek, tampaknya belum ada tanda-tanda adanya buku ke empat ini. Wew.

Ratingku buat novel ini : 8,6

 
6 Comments

Posted by on April 12, 2011 in Dragons

 

Inheritance 2 – Eldest


  • Pengarang     :   Christopher Paolini
  • Genre            :    Fantasy
  • Tebal             :   760 hlm
  • Penerbit         :   Gramedia
  • Harga            :   72.000 IDR
  • Pertama terbit:   23 Agustus 2005
  • Cetakan ke-5 :   Oktober 2007
  • Tanggal Beli   :   2 Agustus 2008

Kegelapan turun…

Pedang-pedang beradu…

Kejahatan menang…

Eragon dan naganya, Saphira, berhasil menyelamatkan para pemberontak dari Raja Galbatorix, penguasa kejam kekaisaran. Sekarang Eragon harus pergi ke Ellesméra, negeri para elf, untuk mempelajari lebih dalam ilmu sihir dan ilmu pedang, keahlian utama Penunggang Naga. Perjalanan yang luar biasa itu membuatnya sampai di banyak tempat yang memikat dan menemui orang-orang yang menakjubkan. Setiap hari merupakan petualangan baru. Namun kekacauan dan penghianatan menghantuinya. Eragon jadi tidak tahu siapa yang bisa dipercayainya.

Sementara itu, sepupunya Roran kembali harus menghadapi pertemputan di Carvahall ―pertempuran yang menyebabkan Eragon berada dalam bahaya yang lebih besar lagi.

Apakah tangan penuh darah sang raja akan menghantam semua usaha untuk melawannya? Eragon kali ini mungkin takkan berhasil meloloskan diri, biarpun dengan mengorbankan nyawanya…

Pendapatku :

Di buku kedua ini sebenarnya inti ceritanya lebih menarik dan menyajikan plot yang, ehm, brilian lah. Cumaa, dalam penyampaiannya sangaaat lama. Bertele-tele dan menurutku banyak hal yang sebenarnya nggak perlu, terlalu banyak detail dan terlalu detail.. Bahkan sampe-sampe reuni Eragon sama Roran hanya menyisakan beberapa lembar akhir. Habisnya terlalu panjang perjalanan Eragon ke Ellesméra sih..

Dari ceritanya, nanti Eragon menemukan fakta bahwa dia nggak sendirian karena ada Penunggang Naga lain. Penunggang ini, Oromis, yang kemudian bakal jadi gurunya. Eragon nanti juga mulai tertarik sama Arya. Trus Roran juga memiliki perjuangan sendiri, ia kabur dari Ra’zac dan pergi ke Surda.

Oia, ada lagi yang mengejutkan. Ternyata Murtag adalah kakak Eragon! Cukup menarik karena tar ada perang antar saudara walaupun menurutku sebenarnya si Murtag masih ada sedikit hati nurani. Ia melepaskan Eragon padahal ia berpeluang membunuhnya. Toh sebenarnya bukan kemauan Murtag juga ia harus mengabdi pada Galbatorix. Ia dipaksa bersumpah untuk tunduk pada Galbatorix.

Ratingku buat novel ini : 8,4

 
Leave a comment

Posted by on April 12, 2011 in Dragons

 

Inheritance 1 – Eragon


  • Pengarang     :   Christopher Paolini
  • Genre            :    Fantasy
  • Tebal             :   568 hlm
  • Penerbit         :   Gramedia
  • Harga            :   52.800 IDR
  • Pertama terbit :   1999
  • Cetakan ke-7  :   November 2006
  • Tanggal Beli   :   2 Agustus 2008

Aku berpikir lama dan mendalam selama beberapa hari terakhir, dan kusadari apa artinya menjadi naga dan Penunggangnya: Sudah menjadi takdir kita untuk mencoba yang mustahil, dan melakukan perbuatan-perbuatan besar tanpa memerdulikan rasa takut. Itulah tanggung jawab kita kepada masa depan.

Suatu hari Eragon, anak petani miskin berusia lima belas tahun, menemukan ‘batu’ berwarna biru yang indah. Ternyata batu itu telur naga! Ditemani Brom si pendongeng tua dan naga yang dinamainya Saphira, Eragon belajar berbagai hal mengenai sejarah dan naga. Brom juga mengajarkan ilmu sihir dan ilmu pedang karena ternyata Eragon adalah penerus klan para Penunggang Naga. Klan ini punah karena ditumpas Raja Galbatorix yang kejam.

Berbekal ilmu dari Brom, Eragon bertekat membangun kembali klan Penunggang Naga, meskipun itu berarti ia harus menghadapi berbagai makhluk ajaib seperti elf, kurcaci, Urgal, Ra’zac, dan Shade, yang memiliki ilmu jauh lebih tinggi daripada dirinya.

Pendapatku :

Satu lagi cerita fantasy adventure yang harus diikuti para pecinta novel fantasi. Yah, walaupun mungkin ada unsur Lord Of the Rings dan Harry Potter di dalamnya. Maksudku, permainan sihir dan perang-perang kolosal tradisionalnya.

Karakter-karakter dalam cerita cukup kuat terutama Brom yang misterius dan serius, aku penasaran banget sama tokoh Brom ini. Trus kepandaian Paolini dalam menggambarkan hubungan batin antara Eragon dan naganya, Saphira, sempat membuatku berpikir, gimana ya kalau orang juga bisa merasakan hal sama pada pasangannya. Tapi jelas aja itu nggak mungkin kan! Hhahaha.. Tapi saat aku memikirkan ini, jadi ingat tokoh Lyra dalam The Golden Compass. Lyra juga punya hubungan batin dengan Pantalaimon, Dæmonnya. Jadi pingin baca nocel itu lagi. Bagus juga tauu!

Tapi novel ini cukup asik diikuti kok, belum lagi saat di akhir cerita ingin rasanya segera membaca novel berikutnya.

Ratingku buat novel ini : 8,2

 
Leave a comment

Posted by on April 12, 2011 in Dragons