- Pengarang : Christopher Paolini
- Genre : Fantasy
- Tebal : 920 hlm ; 23 cm
- Penerbit : Gramedia
- Harga : 135.000 IDR
- Pertama terbit : 8 November 2011
- Cetakan : Juni 2012
- Tanggal Beli : 30 Juni 2012
Semua berawal dengan Eragon…
Dan berakhir dengan Warisan.
Beberapa waktu lalu, Eragon––Shadeslayer, Penunggang Naga––bukanlah siapa-siapa, hanya bocah petani miskin. Naganya, Saphira, cuma batu biru di hutan. Sekarang, nasib seluruh umat manusia berada di tangan mereka.
Latihan dan pertempuran selama berbulan-bulan yang panjang membawa kemenangan dan harapan, tapi juga duka mencekam. Namun, pertempuran yang sesungguhnya belumlah terjadi: mereka harus berhadapan dengan Galbatorix. Mereka mesti cukup kuat untuk mengalahkannya. Dan kalau mereka tidak mampu, berarti yang lain tidak punya peluang.
Tidak ada yang menyangka sang Penunggang dan naganya akan mampu sampai sejauh ini. Tetapi, sanggupkah mereka menggulingkan si raja jahat dan mengembalikan keadilan ke Alagaësia? Dan kalaupun sanggup, seberapa besarkah pengorbanan yang harus dilakukan?
Review :
Asiiiiik, akhirnya sampai juga ngereview Inheritance 4 ─ Inheritance! Buku terakhir niiii 😀 Yah, walaupun butuh waktu hampir 4 bualan sejak aku beli sebelum akhirnya kebaca. Hhu.. Tapi it’s ok lah 😛
Hmm, buat kalian yang mau memulai baca novel ini, tenang guys, walaupun jarak buku ketiga dan keempatnya cukup panjang, tapi Paolini menyertakan kisah singkat tentang perjalanan Eragon, Eldest, dan Brisingr kok. Jadi kita ngga usah takut lupa gimana cerita-cerita sebelumnya. Walau singkat, tapi cukup mengambarkan ^.-d
Buat kali ini cerita dimulai dengan situasi perang yang sedang dijalani Eragon, Sapphira, Roran, Arya dan segenap kaum Varden lainnya. Situasi perang ini merupakan penyerbuan Eragon ke Kota Belatona untuk diambil alih, dan mereka selangkah lagi lebih dekat pada Galbatorix. Sapphira bahkan terkena lembing yang sangat langka dan sangat kuat, senjata yang sebenarnya di ciptakan oleh para Elf dahulu kala, dan merupakan senjata yang memiliki satu tujuan, yaitu untuk membunuh Naga. Senjata itu adalah Dauthdaert, dan namanya adalah Niernen ─Anggrek. Dauthdaert hanya ada 12, dan semua bernama bunga, tidak sesuai dengan fungsinya.
Lalu saat perang juga terjadi hal yang menakutkan Eragon, bahwa Roran hampir mati karena tertimbun reruntuhan. Ia sangat menyayangi sepupunya itu, dan jelas, tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Roran.
Setelah itu, mereka berkumpul di dalam aula utama benteng. Nasuada ─pemimpin kaum Varden, duduk di antara Eragon dan Jӧrmundur ─komandan senior Varden. Saat kedatangan Grimrr Halfpaw diumumkan, ada sesuatu yang bikin geli, sesuatu mengenai gelar sang Kesatria Werecat itu. Aku aja sampai nahan tawa. Hhe.. Tapi disini Grimrr dan para werecat digambarkan seperti membenci Angela, si ahli obat-obatan. Entah kenapa??
Nah, setelah urusan afiliansi antara bangsa werecat dengan kaum varden tercipta, Eragon pergi mencari makan dengan Saphira. Mereka kembali ke camp dan bertemu dengan Katrina yang menanyakan keadaan Roran. Sementara Eragon dan Saphira makan dan melanjutkan untuk kembali mempelajari Eldunarí milik Glaedr, Roran kembali ke camp dan bertemu dengan istrinya tercinta. Tak lama kemudian mereka mendapat kabar mengenai Elain yang akan melahirkan. Elain dan suaminya ─Horst, beserta kedua putra mereka yang telah dewasa ─Albriech dan Baldor─ dahulu adalah penduduk Carvahal yang telah dikenal baik oleh Eragon sejak ia kecil. Berita mengenai kehamilan Elain memang membawa kecemasan tersendiri, mengingat usia Elain yang tidak muda lagi. Proses kelahiran pun berjalan lama, bahkan setelah berhasil lahir, putri Elain membawa kepedihan yang semakin berat. Ia memiliki cacat. Bibirnya sumbing. Bagi mereka, bayi yang lahir sumbing jarang dibiarkan hidup karena ia akan menjalani hidupnya dengan penderitaan, akan diejek, dijauhi, dan tidak mampu mendapat pasangan untuk menikah. Bagi mereka, di sebagian besar kasus lebih baik anak itu lahir tidak bernyawa saja. Kasihan 😥
Kemudian Eragon lah yang menyelamatkan bayi malang itu dari takdirnya. Di lain pihak, Roran mendapat perintah dari Nasuada untuk menggantikan Kapten Brigman memimpin pasukannya yang sedang berjuang menaklukkan Aroughs. Sementara pasukan utama mempersiapkan diri untuk perjalanan ke Utara, menuju Dras-Leona sebelum kemudian menaklukkan Urȗ’baen, Roran melakukan perjalanan 4 hari menuju Selatan, kearah Feinster kemudian Aroughs. Eragon sangat cemas karena tidak sempat bertemu dengan Roran dan memperbarui pertahanan sihir milik Roran.
Sesampainya di Aroughs setelah melalui berbagai tantangan, Roran dan kelima rekannya ─Carn, Mandel, Baldor, Delwin, dan Hamund─ menemukan fakta bahwa Brigman tidak seramah yang aku kira, dan lagi ternyata Aroughs memiliki pertahanan yang hampir mustahil ditembus. Apalagi hanya dengan sisa 800 pejuang saja dan waktu yang diberikan Nasuada hanya bersisa dua setengah hari lagi. Setelah beristirahat seharian, Roran kemudian melakukan inspeksi kesana kemari. Akhirnya ia memiliki ide gila untuk menembus pertahanan Aroughs, yang didukung teman-temannya, namun mendapat keraguan dan cemooh dari Brigman.
Perjalanan Roran dan kawan-kawan membuahkan hasil. Mereka berhasil menaklukkan Aroughs. Segera, dalam kondisi kelelahan, Roran berkuda kembali menuju perkemahan kaum Varden karena pengepungan Dras-Leona berlangsung lamban dan membuat frustasi Nasuada. Benar saja, sesampainya Roran disana, masih melewatkan banyak hari-hari lagi sebelum akhirnya tercetus gagasan bagaimana mereka akan menyusup ke dalam pertahanan Dras-Leona. Pasalnya, kota ini dijaga oleh Murtagh ─saudara tiri Eragon, dan naga merahnya, Thorn. Pada peperangan kali ini, awalnya Eragon dan Saphira terpaksa harus berpisah karena taktik yang mereka gunakan untuk mengecoh Dras-Leona. Namun kemudian akhirnya mereka bertempur bersama lagi untuk menghadapi sang saudara tiri sebelum akhirnya Murtagh menyuarakan ancamannya pada Eragon dan pergi meninggalkan Dras-Leona.
Wew, terlepas dari cerita yang sedang berlangsung, dan mencapai titik tengah dari buku, aku merasa buku ini jelas lebih banyak perang dari pada sisi drama. Hha.. Membayangkan bagaimana Eragon terus mengayunkan Brisingr dan melakukan berbagai macam taktik perang sangat menyenangkan 😀 Belum lagi ditambah dengan keberadaan Saphira, Roran ─yang kini gagah berani, Arya dan para pejuang lainnya. Hmm.. Asik mengikutinya.. Belum lagi ada kisah cinta di beberapa titik, walaupun digambarkan sangat samar 😛
Segera setelah pengepungan Dras-Leona berhasil, Eragon langsung memimpin pasukan menuju Urȗ’baen. Kenapa Eragon?? Karena Nasuada ─sayangnya─ berhasil di culik Murtagh dan Thorn! Heuu.. Dalam segala kondisi yang tidak menguntungkan terutama karena prajurit kelelahan, pemberontakan di Urȗ’baen serasa hampir mustahil. Terutama kini Eragon yang memimpin, ia jadi gelisah.
Kemudian ia teringat tentang sebuah nasihat yang dahulu pernah disampaikan Solembum ─werecat yang dekat dengan Angela, dahulu sekali. Saat itu si werecat mengatakan dua hal penting. Ketika tiba waktunya kau membutuhkan senjata, carilah di bawah akar-akar pohon Menoa. Kemudian, ketika semua terasa kacau dan kekuatanmu tidak memadai, pergilah ke Karang Kuthian dan sebut namamu ke Ruang Jiwa-Jiwa yang terbuka. Nah lhooo.. Untuk yang pertama sih terbukti, karena saat itu Eragon membutuhkan senjata dan ia menemukan sebuah material yang kemudian kini menjadi Brisingr. Tapi Eragon ingin memahami pesan kedua. Eragon langsung memanggil Solembum si werecat. Tapi entah kenapa si werecat tidak tahu dimana itu Karang Kuthian dan Ruang Jiwa-Jiwa. Kemudian terjadi hal yang aneh karena Solembum seperti kesurupan dan memberi petunjuk Eragon bagaimana ia bisa menemukan apa yang dicarinya.
Setelah menemukan apa yang dicari, Eragon mendapat semangat baru. Ia berharap akan menemukan sesuatu di Ruang Jiwa-Jiwa. Sesuatu yang bisa membantu Varden mengalahkan Galbatorix. Tapi saat ia menyampaikan gagasannya pada Glaedr dan Arya, mereka kurang setuju dengan pendapat Eragon bahwa ia harus pergi untuk menemukan Karang Kuthian. Namun setelah berbagai pertimbangan, Glaedr setuju, bahkan menyertai kepergian Eragon dan Saphira. Sebelum pergi, tentu saja ia harus mengkoordinasikan sebuah kondisi dulu dengan para petinggi Varden, terutama raja-raja yang kini tergabung dalam aliansinya, seperti raja Orik dan raja Orrin. Ia juga berkoordinasi dengan para panglima perang seperti Jӧrmundur dan Roran yang kini berkedudukan sebagai Kapten. Para Elf kemudian menciptakan citra Saphira dan Eragon untuk mengecoh para mata-mata atau menenangkan pasukannya agar meyakini bahwa Saphira dan Eragon terus menyertai mereka dalam perjalanan ke Urȗ’baen. Dan akhirnya berangkatlah Eragon, Saphira, dan Glaedr untuk mencari Karang Kuthian, sementara para pasukan menuju Urȗ’baen.
Nah, disisi lain nanti kita bakal mengikuti jalan cerita dari sisi Nasuada yang kini menjadi tawanan Galbatorix. Tapi yang menarik disini, sosok Murtagh entah kenapa berhasil mendapatkan simpatiku. Hhuhu.. Tapi terlepas dari cerita mengenai perjalanan Eragon, kisah mengenai penawanan Nasuada juga menarik. Astaga. Kurasa aku menikmati kali Inheritance ini. Seruu 😉 Belum lagi nanti setelah kita mendapati apa yang ditemukan Eragon dalam perjalanannya, dan bagaimana perang Urȗ’baen berlangsung. Hmm.. Aku cinta tokoh-tokoh Inheritance 😀
Secara keseluruhan jelas aku sangat menikmati novel ini. Apalagi buku ini adalah akhir dari perjalanan Eragon dan kawan-kawan. Aku bahkan cukup takjub dengan karakter Angela yang misterius. Hhe.. Mantap lah 😀 Aku pribadi ngga nyesel ngikutin serial ini ^.-d Untuk beberapa komentar memang ngga terhindarkan. Ada saat memang aku sedikit bosan, terutama saat Eragon dan Saphira harus menemukan nama sejati mereka 😉 Lalu, di awal-awal kisah, entah kenapa aku merasa karakter Roran lebih kuat daripada Eragon. Makanya aku kemudian sangat suka dengan Roran, terutama dengan semangat dan dedikasinya 😀 Untuk kesalahan penulisan ─atau pengetikan─ memang cukup banyak ditemukan disana sini. Tapi ya ga papa laaaah. Masi dalam batas wajar kok, ngga sampai mengganggu menurutku. Hhehe..